Jayapura, Sosok DR. Makmur Tajuddin, putra Bugis-Makassar yang lahir dan besar di Tanah Papua, bukanlah nama asing di kalangan birokrasi dan akademisi Papua. Ia adalah representasi nyata dari semangat pengabdian lintas generasi dan wujud nyata persaudaraan antara perantau dan masyarakat asli Papua.
Makmur merupakan generasi pertama dari ayahnya, seorang perantau Bugis-Makassar yang tiba di Papua pada tahun 1960-an. Sang ayah dikenal sebagai penerjun payung pertama yang ditugaskan dalam misi pembebasan Irian Barat — sebuah tonggak sejarah perjuangan integrasi Papua ke pangkuan Ibu Pertiwi. Semangat juang itulah yang menurun kuat dalam diri DR. Makmur Tajuddin.
Darah Pejuang, Jiwa Pengabdi
Dengan latar belakang keluarga pejuang, DR. Makmur tumbuh menjadi figur yang memiliki komitmen kuat terhadap kemajuan Papua. Selama lebih dari 50 tahun hidup dan berkarya di Tanah Cenderawasih, ia telah menyatu sepenuhnya dengan masyarakat Papua.
Tak hanya memahami adat dan budaya lokal, keluarganya pun telah berbaur melalui ikatan kekerabatan dan pernikahan — kakaknya menikah dengan perempuan Papua bermarga Kutanggas, sementara keponakannya menikah dengan perempuan bermarga Abubar.
“Mereka bukan sekadar hidup di Papua, tetapi telah menjadi bagian dari Papua itu sendiri,” ujar DR. Makmur dengan nada penuh kebanggaan dalam perbincangan bersama wartawan media online di Abepura, Kamis (6/11/2025).
Karier Panjang di Dunia Birokrasi dan Akademik
Nama DR. Makmur Tajuddin juga dikenal luas di dunia birokrasi. Ia pernah berkarier di bawah Mahkamah Agung Republik Indonesia, khususnya di lingkungan Peradilan Agama di Papua, selama kurang lebih 17 tahun.
Selepas dari dunia peradilan, ia melanjutkan pengabdiannya di Pemerintah Provinsi Papua dan turut aktif sebagai dosen di salah satu universitas di Papua. Keberadaannya dikenal sebagai sosok birokrat yang bijak, rendah hati, dan memahami dinamika sosial politik Papua secara utuh.
Usulan 7 Menteri dari Papua Sesuai Wilayah Adat
Dalam wawancara tersebut, DR. Makmur menyampaikan gagasan berani dan penuh makna untuk pemerintahan nasional ke depan.
“Kini Papua telah menjadi enam provinsi. Sudah seharusnya ada tujuh menteri anak asli Papua di Kabinet Merah Putih di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka,” ujarnya tegas.
Menurutnya, usulan ini bukan sekadar tentang representasi politik, melainkan bentuk penghormatan terhadap struktur sosial dan wilayah adat Papua. Setiap wilayah memiliki karakter dan potensi berbeda yang layak mendapatkan ruang dalam pembangunan nasional.
Cinta dan Harapan untuk Papua
Makmur menegaskan, perjuangan untuk Papua adalah perjuangan cinta. “Keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat Papua tidak akan terwujud tanpa keterlibatan putra-putri terbaik Papua di tingkat nasional,” tuturnya.
Sebuah pernyataan yang lahir dari ketulusan dan kepedulian mendalam terhadap masa depan Tanah Papua. Ia berharap gagasan ini menjadi semangat baru bagi generasi muda Papua untuk terus berkiprah dan berjuang dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Mari kita doakan agar cita-cita luhur ini terwujud, demi kemajuan dan kesejahteraan rakyat Papua,” pungkas DR. Makmur Tajuddin.














