Jakarta.Fakta Harian.Com – Indonesia kini resmi menjadi anggota penuh BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan), kelompok ekonomi besar yang memegang peranan penting dalam perekonomian global. Keputusan ini diumumkan oleh pemerintah Brasil pada Senin (06/01), yang menyatakan bahwa Indonesia diterima sebagai anggota penuh BRICS.
Hendrik Yance Udam (HYU), Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Gerakan Rakyat Cinta Indonesia (DPN Gercin Indonesia), memberikan tanggapannya terkait keputusan tersebut dalam wawancara dengan awak media di Jakarta pada Senin (20/01).
HYU mengingatkan bahwa meskipun bergabung dengan BRICS adalah langkah penting, Indonesia harus berhati-hati dalam membangun komunikasi politik dan ekonomi dunia, mengingat ketegangan geopolitik global yang semakin meningkat.
“Geopolitik dunia saat ini sangat rentan, dengan perang Israel-Palestina dan konflik Rusia-Ukraina yang mengguncang perekonomian global.
Ini dapat memicu ketegangan lebih jauh, bahkan potensi perang dunia ketiga. Oleh karena itu, saya mengingatkan Presiden Prabowo Subianto untuk tidak terjebak dalam pembentukan blok ekonomi antara Timur dan Barat,” kata HYU.
HYU menekankan bahwa Indonesia sebaiknya mempertahankan posisinya sebagai negara non-blok, sesuai dengan prinsip yang digagas oleh Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno.
“Indonesia harus tetap netral dan tidak berpihak pada satu blok kekuatan politik atau ekonomi dunia. Bergabung dengan BRICS yang dipimpin oleh China dan Rusia, yang bertujuan menggantikan dolar sebagai mata uang dunia, bisa berisiko. Sebab, Amerika Serikat dan sekutunya tetap menjadi kekuatan dominan di panggung politik dan ekonomi global,” tambahnya.
Selain itu, HYU juga memperingatkan ancaman dari Presiden Amerika, Donald Trump, yang sebelumnya mengancam akan menaikkan tarif pajak hingga 100 persen bagi negara-negara anggota BRICS.
Menurutnya, hal ini bisa berdampak buruk bagi Indonesia, yang selama ini menjadi salah satu eksportir utama ke Amerika Serikat.
“Indonesia mengekspor berbagai produk utama, seperti minyak kelapa sawit, tekstil, elektronik, kopi, dan karet ke Amerika. Jika tarif pajak 100 persen diterapkan, ini akan sangat merugikan ekonomi Indonesia dan bisa memicu krisis ekonomi berkepanjangan,” ujar HYU.
HYU kembali mengingatkan Presiden Prabowo untuk memikirkan langkah-langkah antisipasi terhadap kemungkinan serangan balik ekonomi dari Amerika dan sekutunya terhadap negara-negara BRICS.
Keputusan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS memang penting, namun HYU menegaskan perlunya kehati-hatian agar tidak terjebak dalam konfrontasi global yang bisa merugikan negara,”Tutup HYU