Mantan Dekan Fakultas Teknik Universitas Cenderawasih Dr Ir Jonatan Numberi,M.En,IPM Angkat Suara Terkait MBG di Papua

( Kepsen Foto Dr Ir Jonatan Numberi,M.En,IPM )

Jayapura.Fakta Harian.Com– Program MBG (Makanan Bergizi dan Gratis) menjadi topik hangat yang mendapat perhatian luas, namun sosialisasinya kepada masyarakat, khususnya siswa dan orang tua, dinilai kurang memadai, sehingga menimbulkan pro dan kontra.

Program yang bertujuan untuk memastikan anak-anak di Papua mendapatkan makanan bergizi dan pendidikan gratis ini memang sangat baik, tetapi masih banyak tantangan dalam implementasinya,”kata Dr Ir Jonatan Numberi,M.Eng ,IPM mantan Dekan Fakultas Teknik Universitas Cenderawasih Papua  priode 2020 – 2024 dalam rilisnya yang di terimah media ini (Rabu 19 Februari 2025)

Menurut Numberi , tujuan pendidikan gratis yang tercantum dalam UUD 1945 harus dijamin oleh negara. “Pendidikan gratis itu bukan hanya sekadar slogan, tetapi hak setiap warga negara, sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 UUD 1945, yang menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan pemerintah wajib membiayainya,” ujarnya.

Meski demikian, ia juga menekankan bahwa perlu adanya evaluasi terhadap pelaksanaan program OTSUS (Otonomi Khusus) yang telah memberikan sebagian dana untuk pendidikan di Papua, seperti BOSDA yang bersumber dari APBD, serta dana OTSUS 30% untuk pendidikan, PIP, KIP, dan KIS dari APBN. Evaluasi diperlukan agar program ini dapat berjalan sesuai dengan regulasi yang ada dan menjangkau seluruh siswa.

Lebih lanjut, Numberi berbagi pengalaman dari berbagai siswa dan guru yang ia ajak berbicara. Menurut mereka, selain pendidikan gratis, mereka juga membutuhkan jaminan makan bergizi yang dapat diakses secara gratis. Program MBG yang diharapkan bisa menyediakan makanan bergizi untuk siswa harus dipastikan tepat sasaran agar memberi manfaat nyata bagi anak-anak di Papua.

Namun, ia juga menyoroti pentingnya rincian mengenai nomenklatur pendidikan gratis. “Pendidikan gratis harus diperinci dengan jelas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, seperti biaya SPP, ujian, buku, dan lainnya,” ujarnya. Menurutnya, contoh yang ada seperti BOSDA yang diberikan kepada anaknya, sebesar Rp600.000 per semester, masih perlu ditinjau kembali agar mencakup semua komponen pendidikan yang diperlukan siswa.

Lebih jauh, ada juga keluhan dari masyarakat tentang biaya pendidikan sejak jenjang TK hingga perguruan tinggi. Siswa di Papua menginginkan kepastian apakah mereka dapat melanjutkan pendidikan dengan bebas biaya atau tetap dibebani biaya tambahan. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara sekolah negeri dan swasta, serta biaya pendidikan yang berbeda-beda untuk perguruan tinggi negeri dan swasta.

 

Sebagai penutup,Numberi  menegaskan bahwa pendidikan gratis dan akses makanan bergizi bagi siswa di Papua adalah tanggung jawab negara, sebagaimana dijamin dalam UUD 1945. “Melindungi bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, tidak boleh ada anak Indonesia di Tanah Papua yang lapar dan tidak bersekolah. Semua ini harus dijamin oleh negara,” tegasnya.

Dengan berbagai tantangan dan harapan ini, diharapkan pemerintah pusat dan daerah dapat lebih proaktif dalam mensosialisasikan serta merealisasikan program MBG agar dapat membawa perubahan signifikan bagi pendidikan dan kesejahteraan masyarakat Papua

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *